Oh Tuhan, mendengar
ucapan itu keluar dari mulut Rio, aku berasa mimpi, bibirku kelu, aku terdiam
lama, entah kebahagiaan apa ini, aku baru lulus kuliah, seminggu lagi wisuda,
belum sempat melamar kerja sudah dilamar Rio? Aku benar-benar tidak tau harus
berkata apa, saking tak percaya.
“Are you kidding me?”
aku tertawa terbahak bahak mencoba melepaskan kedua tanganku dari genggaman
tangan Rio, tapi Rio malah memegangnya semakin kuat dan ia menciumi kedua
punggung tanganku.
“Lori, aku serius” ucap
Rio tegas. Matanya yang tajam seperti menusuk ke jantungku, alisnya begitu
tegas, idungnya yang mancung, bibirnya yang sudah enam bulan ini berhenti
menghisap rokok demi aku, oh Tuhan Rio, tentu saja aku tak mungkin menolak.
Saat aku tahu raut wajah Rio melukiskan ketegasan dan keseriusan aku langsung
menghentikan tawaku dan mendadak tak bisa menatapnya.
“Yo, kita baru pacaran
enam bulan, apa kamu yakin..hm…” ucapanku tergantung, dalam beberapa detik
banyak yang menghantui pikranku.
“Ya memang, aku ingin
mengenal kamu lebih, ya kita bisa merencanakan dari sekarang kalau kamu memang
belum siap, tapi sejak kenal kamu, aku memang berniat mencari pendamping hidup,
bukan cuma asal komitmen”
Aku terdiam dan mencoba
memberanikan diri menatap matanya, kemuadian Rio mengambil cincin dari saku
celananya dan memperlihatkan padaku. Aku tidak perduli itu emas putih berapa
gram, tapi filosofi cincin itu membuatku merasa berat menerimanya. Benar-benar
dalam waktu yang tepat.
“Lori, maafin aku, aku
ga bisa ngelamar kamu di Bali atau di pantai mana pun saat sunset, tapi aku
selama ini sibuk terus juga untuk mempersiapkan semua ini, aku pengen nunjukin
rumah ini ke kamu buat buktiin aku dah siap lamar kamu, dan aku ingin menata
masa depan bareng kamu di sini, jangan ngatain aku gombal ya, aku serius”.
Aku hanya tertawa
mendengar ucapan terakhir Rio, aku merasa nyaman dengan Rio, sepertinya aku memang
harus memikirkan ini, bukan karena aku ragu padanya tapi aku ragu pada diriku
sendiri. Aku taku mengecewakan Rio karena masa laluku, Rio belom mengenalku
lebih dalam.
“Aku ga perduli kamu
ngelamar aku dimana, ini terlalu sempurna buat aku yo, kamu beru ngenal aku
setahun ini, kita baru pacran lebih deket selama enam bulan, aku cuma takut..”
“Jangan bilang takut,
aku benci kamu bilang takut, tolong, aku yakin sama kamu, kalo kamu emang belom
yakin sama aku, oke aku bkal buktiin dengan apapun”
“Bukan itu yo, aku
yakin banget sama kamu, tapi kita perlu waktu”
“iya, kita gak kan
tiba-tiba nikah sekarang kok, kita bakal nyari wedding planner dan konsul dulu”
Rio memeluk aku,
sementara pikiranku malah melaju lewati lorong masa lalu. Aku berusaha
menghalanginya agar tak terlalu jauh menyusuri masa lalu. Aku segera melepaskan
pelukan Rio dan mengalihkan pembicaraan.
“iya, iya aku setuju
sayaaaang, eh ini dah jam stengah enam, ya ampun kamu belom solat ashar kan?
Aku lagi halangan, ih sana cepetan solat dulu”
“oh iya lupa dah ashar.
Iya, iya bentar peluk dulu 30 detik.” Rio mencoba memelukku lagi dengan tawa
ringannya dan aku menghindari pelukannya sambil tertawa tawa kecil.
Rio pun beranjak masuk
ke dalam kamarnya, sementara aku masih betah berdiri di teras itu melihat
pemandangan sore yang begitu cantik, tapi sayangnya tak secantik pikiranku,
ntah kenapa aku masih memikirkan lamaran Rio ini, aku menatap cincin darinya,
aku gembira, tapi seperti ada sisi lain yang membuatku merasa tak pantas untuk
Rio, aku merasa terlalu cepat memutuskan untuk terikat dalam lembaga suci
seperti pernikahan.
Apa benar aku akan
menikah dengan Rio?. Hm…sebenarnya 2 dari 3 sahabat dekatku sudah menikah,
mereka Karin, dan Tyra. Karin menikah denga Ferdi yang 5 tahun lebih tua
darinya Saat ia masi duduk di semester akhir, sampai sekarang ia masih
menyelesaikan skripsi dalam keadaan hamil muda. Tyra, setelah lulus ia menikah
dengan Daril karena dijodohkan oleh Papahnya, sekarang Tyra ikut Daril meneruskan
kuliah S2 nya di Leiden. Jadi, tinggal aku dan Nuri yang belum menikah, Nuri
masih Jomblo dan ia masih ingin meneruskan kuliah kedokteran mengambil
spesialis kulit. Tahun 2011 aku sempat sendiri, setahun kemudian aku bersama
Rio dan sekarang tiba-tiba dia melamarku. Hidup ini terasa berjalan begitu
cepat. Rasanya baru kemarin aku lulus SMA dan menjadi mahasiswa baru.
Senja di sini semakin
indah, angin lembut membelai wajah dan leherku, aku masih berdiri menatap
langit dengan pikiranku yang menjelajahi lorong masa lalu. Jika aku teringat
SMA, duniaku seperi langit malam yang dihiasi kembang api, seperti taman dihiasi
bunga warna warni, seperti puisi cinta yang hangat, lembut dan bersemangat. Aku
mengenal ketiga sahabatku di sana, dan aku mengenal seseorang hingga perjalanan
masa laluku tiba di gerbang masa-masa kuliah… tiba-tiba Rio mengagetkanku
dengan memeluk tubuhku dari belakang, kehadirannya seperti memutuskan
perjalanan waktuku yang tengah asyik di lorong masa lalu.
“I love you” bisiknya,
tubuhku yang dingin diterpa angin sore itu tiba tiba menghangat seiring dengan
napas yang kubuang pelan-pelan dari hidungku.
Pelukan mendadak dari
Rio membuat gerakan kecil di tubuhku sebagai respon terkejut dan perasaan
bingung. Tentu saja aku tidak mungkin melepaskan pelukan itu. Pelukan tiba-tiba
yang tak hanya menghangatkan tubuhku tapi membuatku merasa aman. Aku merasa Rio
memberikan signal agar aku memutar tubuhku tepat dihadapannya dan kemudian
membalas pelukannya. Tapi aku tidak melakukannya, aku tak ingin merubah
posisiku.
“I love you more” balasku
setelah selang beberapa detik kemudian.
Rio menyambut ucapanku dengan
pelukan yang semakin erat. Postur tubuhnya yang tinggi membuatku merasakan
hembusan nafasnya dibelakang kepalaku dan aku merasakan dia mencium kepalaku
dengan menekankan bibirnya agak lama di sana. Saat itu kualihkan pandanganku
pada cincin yang menghiasi jari manisku, cincin yang 40 menit yang lalu Rio sematkan
di jariku. Oh Tuhan benarkah aku akan menikah dengan Rio??