Pages

May 09, 2013

Masih Bagian Pertama




Oh Tuhan, mendengar ucapan itu keluar dari mulut Rio, aku berasa mimpi, bibirku kelu, aku terdiam lama, entah kebahagiaan apa ini, aku baru lulus kuliah, seminggu lagi wisuda, belum sempat melamar kerja sudah dilamar Rio? Aku benar-benar tidak tau harus berkata apa, saking tak percaya.

“Are you kidding me?” aku tertawa terbahak bahak mencoba melepaskan kedua tanganku dari genggaman tangan Rio, tapi Rio malah memegangnya semakin kuat dan ia menciumi kedua punggung tanganku.

“Lori, aku serius” ucap Rio tegas. Matanya yang tajam seperti menusuk ke jantungku, alisnya begitu tegas, idungnya yang mancung, bibirnya yang sudah enam bulan ini berhenti menghisap rokok demi aku, oh Tuhan Rio, tentu saja aku tak mungkin menolak. Saat aku tahu raut wajah Rio melukiskan ketegasan dan keseriusan aku langsung menghentikan tawaku dan mendadak tak bisa menatapnya.

“Yo, kita baru pacaran enam bulan, apa kamu yakin..hm…” ucapanku tergantung, dalam beberapa detik banyak yang menghantui pikranku.

“Ya memang, aku ingin mengenal kamu lebih, ya kita bisa merencanakan dari sekarang kalau kamu memang belum siap, tapi sejak kenal kamu, aku memang berniat mencari pendamping hidup, bukan cuma asal komitmen”

Aku terdiam dan mencoba memberanikan diri menatap matanya, kemuadian Rio mengambil cincin dari saku celananya dan memperlihatkan padaku. Aku tidak perduli itu emas putih berapa gram, tapi filosofi cincin itu membuatku merasa berat menerimanya. Benar-benar dalam waktu yang tepat.

“Lori, maafin aku, aku ga bisa ngelamar kamu di Bali atau di pantai mana pun saat sunset, tapi aku selama ini sibuk terus juga untuk mempersiapkan semua ini, aku pengen nunjukin rumah ini ke kamu buat buktiin aku dah siap lamar kamu, dan aku ingin menata masa depan bareng kamu di sini, jangan ngatain aku gombal ya, aku serius”.

Aku hanya tertawa mendengar ucapan terakhir Rio, aku merasa nyaman dengan Rio, sepertinya aku memang harus memikirkan ini, bukan karena aku ragu padanya tapi aku ragu pada diriku sendiri. Aku taku mengecewakan Rio karena masa laluku, Rio belom mengenalku lebih dalam.

“Aku ga perduli kamu ngelamar aku dimana, ini terlalu sempurna buat aku yo, kamu beru ngenal aku setahun ini, kita baru pacran lebih deket selama enam bulan, aku cuma takut..”

“Jangan bilang takut, aku benci kamu bilang takut, tolong, aku yakin sama kamu, kalo kamu emang belom yakin sama aku, oke aku bkal buktiin dengan apapun”

“Bukan itu yo, aku yakin banget sama kamu, tapi kita perlu waktu”

“iya, kita gak kan tiba-tiba nikah sekarang kok, kita bakal nyari wedding planner dan konsul dulu”

Rio memeluk aku, sementara pikiranku malah melaju lewati lorong masa lalu. Aku berusaha menghalanginya agar tak terlalu jauh menyusuri masa lalu. Aku segera melepaskan pelukan Rio dan mengalihkan pembicaraan.

“iya, iya aku setuju sayaaaang, eh ini dah jam stengah enam, ya ampun kamu belom solat ashar kan? Aku lagi halangan, ih sana cepetan solat dulu”

“oh iya lupa dah ashar. Iya, iya bentar peluk dulu 30 detik.” Rio mencoba memelukku lagi dengan tawa ringannya dan aku menghindari pelukannya sambil tertawa tawa kecil.

Rio pun beranjak masuk ke dalam kamarnya, sementara aku masih betah berdiri di teras itu melihat pemandangan sore yang begitu cantik, tapi sayangnya tak secantik pikiranku, ntah kenapa aku masih memikirkan lamaran Rio ini, aku menatap cincin darinya, aku gembira, tapi seperti ada sisi lain yang membuatku merasa tak pantas untuk Rio, aku merasa terlalu cepat memutuskan untuk terikat dalam lembaga suci seperti pernikahan.

Apa benar aku akan menikah dengan Rio?. Hm…sebenarnya 2 dari 3 sahabat dekatku sudah menikah, mereka Karin, dan Tyra. Karin menikah denga Ferdi yang 5 tahun lebih tua darinya Saat ia masi duduk di semester akhir, sampai sekarang ia masih menyelesaikan skripsi dalam keadaan hamil muda. Tyra, setelah lulus ia menikah dengan Daril karena dijodohkan oleh Papahnya, sekarang Tyra ikut Daril meneruskan kuliah S2 nya di Leiden. Jadi, tinggal aku dan Nuri yang belum menikah, Nuri masih Jomblo dan ia masih ingin meneruskan kuliah kedokteran mengambil spesialis kulit. Tahun 2011 aku sempat sendiri, setahun kemudian aku bersama Rio dan sekarang tiba-tiba dia melamarku. Hidup ini terasa berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin aku lulus SMA dan menjadi mahasiswa baru.

Senja di sini semakin indah, angin lembut membelai wajah dan leherku, aku masih berdiri menatap langit dengan pikiranku yang menjelajahi lorong masa lalu. Jika aku teringat SMA, duniaku seperi langit malam yang dihiasi kembang api, seperti taman dihiasi bunga warna warni, seperti puisi cinta yang hangat, lembut dan bersemangat. Aku mengenal ketiga sahabatku di sana, dan aku mengenal seseorang hingga perjalanan masa laluku tiba di gerbang masa-masa kuliah… tiba-tiba Rio mengagetkanku dengan memeluk tubuhku dari belakang, kehadirannya seperti memutuskan perjalanan waktuku yang tengah asyik di lorong masa lalu.

“I love you” bisiknya, tubuhku yang dingin diterpa angin sore itu tiba tiba menghangat seiring dengan napas yang kubuang pelan-pelan dari hidungku.
Pelukan mendadak dari Rio membuat gerakan kecil di tubuhku sebagai respon terkejut dan perasaan bingung. Tentu saja aku tidak mungkin melepaskan pelukan itu. Pelukan tiba-tiba yang tak hanya menghangatkan tubuhku tapi membuatku merasa aman. Aku merasa Rio memberikan signal agar aku memutar tubuhku tepat dihadapannya dan kemudian membalas pelukannya. Tapi aku tidak melakukannya, aku tak ingin merubah posisiku.
“I love you more” balasku setelah selang beberapa detik kemudian.
Rio menyambut ucapanku dengan pelukan yang semakin erat. Postur tubuhnya yang tinggi membuatku merasakan hembusan nafasnya dibelakang kepalaku dan aku merasakan dia mencium kepalaku dengan menekankan bibirnya agak lama di sana. Saat itu kualihkan pandanganku pada cincin yang menghiasi jari manisku, cincin yang 40 menit yang lalu Rio sematkan di jariku. Oh Tuhan benarkah aku akan menikah dengan Rio??

No comments:

Post a Comment