2
Sayup-sayup kumandang
adzan magrib membuat Lori segera mengingatkanku sholat berjamaah di mesjid
terdekat, itulah yang aku sukai darinya, ia disiplin terhadap kewajibannya
sebagai seorang muslim. Sejak kuliah tingkat kedua aku sering memperhatikan
Lori dengan temanku di kantin kampus, ya fakultas Lori dan aku memang
bersebalahan. Aku kuliah mengambil jurusan HI dan Lori mengambil sastra
Inggris. Lori sosok perempuan yang misterius, berkali kali aku meminta no Hp
nya lewat temanku Gilang, tapi aku tetap tidak berhasil. Akhirnya aku mencoba
menarik perhatiannya lewat jejaring sosial, tapi nampaknya Lori sudah punya
kekasih, aku melihat foto foto Lori dengan kekasihnya di Facebook. Saat itu aku
langsung lemas, seperti kehilangan harapan. Hingga akhirnya setahun kemudian
saat aku tidak sengaja membuka akun facebook ku lagi, aku iseng membuka profil
Lori. Pemilik nama lengkap Lorina Bahari itu sudah tidak berpacaran lagi dengan
kekasihnya, kalau tidak salah namanya Jingga. Tentu saja aku langsung
menghubungi Gilang dan meminta no handphone Lori tapi usaha pertamaku tidak
direspon juga oleh Lori. Sampai pada suatu hari saat hari wisudaku, aku ke
kampus untuk mengambil toga kemudian aku berpapasan dengan Lori di kantin
sastra. Tanpa pikir panjang aku memberanikan diri menghampiri Lori.
“Eh lori kan? Temennya
Gilang ya? Eh titip ini donk buat Gilang, soalnya gue dari tadi ga ketemu dia,
gue sms juga gak dibales” spontan aku mengajak bicara Lori, tanganku langsung
berpura pura merogoh tas mencoba mencari cari barang untuk ku titipkan pada
Lori.
“hm..iya, nitipin apa
ya? tadi sih Gilang masuk kelas” jawab Lori dengan tenang, ia menungguku
mengeluarkan barang yang akan aku titipkan padanya sementara aku mencari-cari
barang apapun yang sekiranya aku bisa berikan pada Lori untuk Gilang.
“Bentar ya aku cari
dulu” ucapku sambil otakku berpikir barang apa yang akan kuberikan dan tanganku
terus bergerak mencari ke dalam tas ranselku. Akhirnya aku menemukan flashdisk.
Flashdisk penyelamatku hari itu. Aku segera menyerahkan flashdisk itu pada
Lori, aku tidak suka dan memang tidak pandai berbasa basi jadi, setelah
pertemuan itu Lori langsung pergi dan aku hanya bisa memperhatikannya berjalan
menjauh menuju gedung perkuliahan.
Perasaanku saat itu
begitu lega karena akhirnya aku bisa menyapa Lori secara langsung dan hal itu
memberiku harapan untuk lebih dekat dengannya. Setelah pertemuan tak disengaja
itu Lori yang pada awalnya masih dingin berubah menjadi lebih ramah. Aku bisa
berjam-jam chatting dengannya dan itu sangat
mengasyikkan. Setelah aku lulus dan kembali ke Jakarta aku membantu mama
menguruskan usaha cafénya yang sudah memiliki dua cabang di Jakarta. Selama
setahun aku lebih memilih berkecimpung di dunia bisnis, aku terlalu sibuk
dengan bisnisku tapi Lori tak pernah hilang dari hidupku. Kita terus
berhubungan, aku semakin ingin mengenal Lori. Buatku Lori berbeda dari
perempuan-perempuan lain yang pernah aku temui, dia membuatku penasaran. Bahkan
sampai detik ini aku merasa ada sesuatu yang dia tutupi dibalik keceriannya,
dibalik senyumannya. Dia adalah pelangi dan aku yakin pelangi seindah itu hadir
setelah hujan menerpa hatinya, meski begitu aku tidak akan memaksa Lori
berceriita tentang masa lalunya, itu bukan hal penting buatku, yang terpenting
justru masa depan kita. Keinginanku menjadikan Lori sebagai pendamping hidup
adalah hal yang sangat tepat. Semoga lamaranku di rumah baru ku ini membuat
Lori semakin yakin bahwa aku serius ingin meminangnya dan telah mempersiapkan
rumah ini untuk masa depan kita.
“Udah wudhunya ya?”
Tanya Lori setelah aku berwudhu, mukanya berseri-seri seperti sedang
merencanakan hal licik. Ternyata dia akan menyentuh tanganku agar aku berwudhu
lagi, kontan aku menghindar dan Lori yang tertawa puas. Jika Ia tak sedang
halangan biasanya kita sholat bersama-sama.
“Kok ngehindar si, aku
peluk ya hahahah”
“Eh, eh, jangan donk,
tar harus wudhu lagi nih”
“Biarin, hahah”
“Ah, Jangan-jangan, aku
ga jadi ke mesjid ni, ntar telat lagi agak jauh soalnya”
“iya, iya, yaudah nggak
bkal ak sentuh, belum muhrim”
Aku tertwa kecil
mendengar candaan Lori dan segera berlari keluar kamar untuk pergi ke mesjid
yang butuh sekitar 5 menit berjalan dari komplek perumahan ini.
Semenjak bersama Lori,
hidupku semakin membaik. Saat kuliah aku jauh sekali dengan Tuhan, aku jarang
sekali menjalankan sholat lima waktu, tapi sekarang Lori selalu mengingatkanku
hingga aku merasa malu dan sebagai laki-laki yang akan menjadi suaminya aku
ingin menjadi seorang pemimpin bagi Lori, Lori membuatku berubah menjadi sosok
yang lebih baik.