Pages

May 12, 2013

Bagian 2


2


Sayup-sayup kumandang adzan magrib membuat Lori segera mengingatkanku sholat berjamaah di mesjid terdekat, itulah yang aku sukai darinya, ia disiplin terhadap kewajibannya sebagai seorang muslim. Sejak kuliah tingkat kedua aku sering memperhatikan Lori dengan temanku di kantin kampus, ya fakultas Lori dan aku memang bersebalahan. Aku kuliah mengambil jurusan HI dan Lori mengambil sastra Inggris. Lori sosok perempuan yang misterius, berkali kali aku meminta no Hp nya lewat temanku Gilang, tapi aku tetap tidak berhasil. Akhirnya aku mencoba menarik perhatiannya lewat jejaring sosial, tapi nampaknya Lori sudah punya kekasih, aku melihat foto foto Lori dengan kekasihnya di Facebook. Saat itu aku langsung lemas, seperti kehilangan harapan. Hingga akhirnya setahun kemudian saat aku tidak sengaja membuka akun facebook ku lagi, aku iseng membuka profil Lori. Pemilik nama lengkap Lorina Bahari itu sudah tidak berpacaran lagi dengan kekasihnya, kalau tidak salah namanya Jingga. Tentu saja aku langsung menghubungi Gilang dan meminta no handphone Lori tapi usaha pertamaku tidak direspon juga oleh Lori. Sampai pada suatu hari saat hari wisudaku, aku ke kampus untuk mengambil toga kemudian aku berpapasan dengan Lori di kantin sastra. Tanpa pikir panjang aku memberanikan diri menghampiri Lori.

“Eh lori kan? Temennya Gilang ya? Eh titip ini donk buat Gilang, soalnya gue dari tadi ga ketemu dia, gue sms juga gak dibales” spontan aku mengajak bicara Lori, tanganku langsung berpura pura merogoh tas mencoba mencari cari barang untuk ku titipkan pada Lori.

“hm..iya, nitipin apa ya? tadi sih Gilang masuk kelas” jawab Lori dengan tenang, ia menungguku mengeluarkan barang yang akan aku titipkan padanya sementara aku mencari-cari barang apapun yang sekiranya aku bisa berikan pada Lori untuk Gilang.

“Bentar ya aku cari dulu” ucapku sambil otakku berpikir barang apa yang akan kuberikan dan tanganku terus bergerak mencari ke dalam tas ranselku. Akhirnya aku menemukan flashdisk. Flashdisk penyelamatku hari itu. Aku segera menyerahkan flashdisk itu pada Lori, aku tidak suka dan memang tidak pandai berbasa basi jadi, setelah pertemuan itu Lori langsung pergi dan aku hanya bisa memperhatikannya berjalan menjauh menuju gedung perkuliahan.

Perasaanku saat itu begitu lega karena akhirnya aku bisa menyapa Lori secara langsung dan hal itu memberiku harapan untuk lebih dekat dengannya. Setelah pertemuan tak disengaja itu Lori yang pada awalnya masih dingin berubah menjadi lebih ramah. Aku bisa berjam-jam chatting dengannya dan  itu sangat mengasyikkan. Setelah aku lulus dan kembali ke Jakarta aku membantu mama menguruskan usaha cafĂ©nya yang sudah memiliki dua cabang di Jakarta. Selama setahun aku lebih memilih berkecimpung di dunia bisnis, aku terlalu sibuk dengan bisnisku tapi Lori tak pernah hilang dari hidupku. Kita terus berhubungan, aku semakin ingin mengenal Lori. Buatku Lori berbeda dari perempuan-perempuan lain yang pernah aku temui, dia membuatku penasaran. Bahkan sampai detik ini aku merasa ada sesuatu yang dia tutupi dibalik keceriannya, dibalik senyumannya. Dia adalah pelangi dan aku yakin pelangi seindah itu hadir setelah hujan menerpa hatinya, meski begitu aku tidak akan memaksa Lori berceriita tentang masa lalunya, itu bukan hal penting buatku, yang terpenting justru masa depan kita. Keinginanku menjadikan Lori sebagai pendamping hidup adalah hal yang sangat tepat. Semoga lamaranku di rumah baru ku ini membuat Lori semakin yakin bahwa aku serius ingin meminangnya dan telah mempersiapkan rumah ini untuk masa depan kita.

“Udah wudhunya ya?” Tanya Lori setelah aku berwudhu, mukanya berseri-seri seperti sedang merencanakan hal licik. Ternyata dia akan menyentuh tanganku agar aku berwudhu lagi, kontan aku menghindar dan Lori yang tertawa puas. Jika Ia tak sedang halangan biasanya kita sholat bersama-sama.

“Kok ngehindar si, aku peluk ya hahahah”

“Eh, eh, jangan donk, tar harus wudhu lagi nih”

“Biarin, hahah”

“Ah, Jangan-jangan, aku ga jadi ke mesjid ni, ntar telat lagi agak jauh soalnya”

“iya, iya, yaudah nggak bkal ak sentuh, belum muhrim”

Aku tertwa kecil mendengar candaan Lori dan segera berlari keluar kamar untuk pergi ke mesjid yang butuh sekitar 5 menit berjalan dari komplek perumahan ini.
Semenjak bersama Lori, hidupku semakin membaik. Saat kuliah aku jauh sekali dengan Tuhan, aku jarang sekali menjalankan sholat lima waktu, tapi sekarang Lori selalu mengingatkanku hingga aku merasa malu dan sebagai laki-laki yang akan menjadi suaminya aku ingin menjadi seorang pemimpin bagi Lori, Lori membuatku berubah menjadi sosok yang lebih baik.

No comments:

Post a Comment