Pages

May 09, 2013

NOSTALGIA PUISI 2004

Membaca ulang puisi-puisi saat duduk di SMP itu sangat menggelikan, ada puisi untuk cinta monyet, maklum SMP, saat itu aku belum pernah pacaran sama sekali hahah... ada juga puisi untuk idolaku Valentino Rossi, saat ak menggilainya, hm.. ada juga puisi yang ditulis atas permintaan beberapa teman. Jika aku perhatikan diksinya begitu sederhana, tapi aku senang bermain dengan larik dan nada, ah namanya juga bocah haha....
Berikut ini beberapa puisinya,


Terimalah Maafku

Menapaki panjangnya jalan
Sendiri tak berteman
Kurapuh dalam kesendirian
Dan terjatuh
Terjatuh ku menangis
Mengemis maafmu sahabat

Jalanku berujung curamnya jurang
terjal, seterjal hatimu
dalam, sedalam pilunya hati ini
Kurindui gelak tawa kita
Kurindui kebersamaan kita
Sahabat, terimalah maafku.

Sukabumi, 2004 


Ilusi

Sosok pujaan dalam ilusi
Wajahnya kian sendu
Datang mengecup di mimpi
Mendekap bayangannya
Akankah imajinasiku terwujud?

Bibirnya kadang mengucap
Ia bagai air tanpa riak
Dinginnya bak salju abadi
Samudranya tenang
Dialah sosok ilusi yang abadi di hati

Sukabumi, 15 September 2004

catatan untuk puisi ini, saya tulis 2004 dan kemudian ilusi itu benar-benar terwujud paada tahun 2007 hingga sekarang hahahha....tidak seindah yang dibayangkan, dingin itu menyebalkan!!!!! Samudera yang terlalu tenang akan membahayakan kapal yg kau labuhkan, percayalah!!!!! Oleh karena itu berhati-hatilah dengan imajinasimu :)



Sang Juaara 

Di benua Kangguru
Kesatria penunggang kuda besi beraksi
di atas jalanan abu phillip Island
yang menjadi saksi
di sepanjang tepiannya
berjuta pasang mata
menyaksikan dengan cucuran peluh
saat menerjang angin
saat hindari burung camar
saat ombak berdebur
Kesatriaku menjadi yang tercepat
Dikejar dan mengejar
Hingga lewati garis akhir
Ternobatlah juara sejatiku
Pertama untuk dunia
Hari ke 17 di bulan Oktober
2004 Masehi
Sabg flamboyan raih kemenangan
di usia 25 tahun, 17 bulan, 27 hari
bendera garputala berkibar bersamanya

19 Oktober 2004



Akui Saja

Kepolosan sang pendusta
sendu dibalik kepura-puraan
Menuang masamnya bibir
raut wajahnya adalah kejujuran
Membuka kebenaran muram
Akui saja!
mendambakan sang penggantung!
yg menciptakan kegundahan
yg lepaskan satu-satunya pegangan
menggantungkan tali rapuh
aku harap terputus
kenapa tak akui saja?
taburan kebencian pun bertambah
kau tak mau kalah dariku
Untukmu laki-laki itu!
bersama ketampanannya
bersama kedustaannya!
Aku dan dia setara bekas
Akui saja!
Begitu dahsyat maumu
lama-lama sisa cinta akan luntur
ambil saja!
langkah kepercayadirianmu memuakkan!

Sukabumi, 8 November 2004



Kalimat Terakhir

Cemasku tak kukenali
Alasan kosong ku tangisi

Putih hitam saat ku terusik
Malampun tak kuasa bujukku tidur

Amarahku terpendam
Mendapati salahnya diri

Aku tak mampu maafkan diriku
aku lelah berpikir

hilang kesadaran dan hilaf
pilih tuk lukai diri

Secepat cahaya terlintas pesan
Bisikkan murka

Tunukkan jalan pelarian sejati
Kalimat terakhirku "Pagi, aku tak kan bangun tuk senyumi indahmu lagi"

28 Juli 2004



No comments:

Post a Comment