Pages

May 09, 2013

My First Romance Novel in This Year



1

Gemericik air sungai dan alunan nada lembut piano yang membelai telingaku selama perjalanan membuatku terlarut dalam tidur yang dalam. Rio tau musik apa yang aku suka saat perjalanan seperti ini, ya musik instrumental yang menyatu dengan suara alam, nada-nada yang menghipnotisku agar cepat terlelap. Saat aku terbangun ternyata Rio tengah menghentikan mobilnya, kita tengah menepi di bahu jalan yang sepi. Aku baru sadar kalo dia sedang memperhatikanku tidur dan dia terenyum saat aku mengucek-ngucek mataku.

“Sudah sampai ya ?, ini dimana sih?” tanyaku

Lagi lagi Rio tersenyum dan lama menatapku, kemudian ia mematikan musik instrumental agar perbincangan kami tak terganggu, sementara aku memasang muka heran sambil menunggu jawabannya.

“hm…belom sampe ko, aku pengen berenti dulu aja, pegel nyetir dari Jakarta” keluhnya
“mau gantian? Sini biar aku yang nyetir” ujarku
“jangan,jangan, kamu tidur lagi aja, smalem kamu pasti kurang tidur” balas Rio

Aku hanya menjawab dengan mengangkatkan kedua alisku dan segera mnurunkannya lagi, aku rasa Rio mengerti kalau aku waktu tidurku sangat kurang karena sering mimpi buruk tapi sebenarnya aku tak pernah cerita banyak tentang mimpi buruk apa yang aku alamin. Rio bukan pemaksa, dia tak pernah memaksaku bercerita  dan itu membuatku merasa aman di dekatnya.
Ntah apa yang direncanakan Rio weekend ini, iya bersikeras mengajakku pergi. Aku nyaman di dekatnya, sudah setahun ini aku mengenalnya dan selama enam bulan ini kita sudah menjadi sepasang kekasih. Rio adalah seniorku di kampus saat aku kuliah, dia sudah lama memperhatikanku saat itu. Dia lulus dua tahun lebih awal dan menetap di Jakarta, kita berhubungan lewat sosial media sampai akhirnya saat dia berkunjung ke Bandung dia mengajakku makan malam. Sejak saat itu lah kita semakin intens berkomunikasi dan enam bulan kemudia kita berpacaran hingga saat ini.

“Kita mau kemana si sebenernya? “
“aku mau nunjukkin sesuatu sama kamu”
“apaan si bikin penasaran”
Rio cuma tersenyum nampaknya ia senang melihatku penasaran. Kemudian ia meneruskan perjalanan sambil mengalihkan pembicaraan.
“Abis  wisuda kamu punya plan apa? Bener mau nerusin kuliah lagi?”
“kayanya rencana kuliah lagi aku pending aja, aku pengen bantuin usaha Mama”
“hm…gitu ya”

Aku semakin heran ketika mengetahui kalau ternyata Rio membawaku ke daerah Dago atas, di sini masih banyak pepohonan, dan udaranya sangat sejuk hingga mengingatkanku pada seseorang yang aku kenal, ya aku sering kesini saat aku masih SMA, waktu itu sekolahku memang di daerah Dago. Ah tapi sudah lupakan saja. Aku hanya memperhatikan sekeliling dan kemudian Rio masuk ke daerah perumahan mewah dan kita berhenti di salah satu rumah yang begitu sepi. Rumah bertingkat dengan gaya modern minimalis itu memiliki pagar yang lebih tinggi dari badan Rio sendiri.

“Kok diem aja? Ayo turun!”
“Ini rumahnya sapa? km mau ngenalin aku ke sapa si, ga bilang-bilang,”
“yuk turun dulu!”

Aku membuka pintu mobil dengan mata yang terus tertuju pada rumah di depanku. Banyak pertanyaan yang menyerang pikiranku, rumah siapa ini? apa tujuan Rio bawa aku kesini?. Aku jadi agak gugup pada pacarku sendiri, padahal jelas-jelas aku tidak pernah segugup ini lagi sejak ia menyatakan cinta setengah tahun lalu. Mungkin ini rumah keluarga Rio yang ada di Bandung. Aku pun mengikuti Rio berjalan menuju pintu rumah dengan ukuran besar yang bercat hitam. Ternyata Rio membuka rumah itu dengan kunci yang dia ambil dari sakunya.

“Yo, ini rumah siapa?” tanyaku lagi berharap ada jawaban, tapi setelah membuka pintu Rio langsung menarik tanganku dan terus mengajakku berkeliling di rumah yang masi tercium bau cat  itu.

Tidak banyak barang di ruangan itu, rumah yang terlihat sangat bersih, di ruang utama terdapat sofa berwarna putih dengan bantal-bantal kecil dengan warna warna pastel, kemudian ruang makan sekaligus dapur dan bar kecil yang di dominasi warna hitam. Saat berkeliling aku tak henti hentinya bertanya ini rumah siapa pada Rio, tapi ia tak menggubrisku, malah bercerita kalau rumah ini memang belum diisi dengan barang barang jadi masi terlihat agak luas.

“Kok kamu gak jawab jawab si”
“bentar-bentar aku mau nunjukin sesuatu nih”

Tanganku ditariknya lagi, ia mengajakku menuju kamar utama dan begitu terkejutnya aku karena aku menemukan pemandangan yang indah sore itu dari teras kamar utama. Rumah yang didominasi dengan kaca tersebut memungkinkan cahaya matahari masuk ke semua ruangan, Aku begitu terkagum-kagum saat Rio membuka gorden putih sehingga aku menyaksikan lukisan alam di sore hari, langit dengan warna keemasan dan kemerahan. Aku langsung berlari menuju teras kamar dan  Rio mengikuti di belakangku.

“wow, dah lama aku ga liat lukisan alam seindah ini” aku tersenyum-senyum mengagumi lukisan Tuhan hingga Rio yang tampan pun tak ku perdulikan.

Tiba-tiba Rio meraih kedua tanganku yang begitu kecil dibandingkan tangannya yang besar dan kuat. Jantungku semakin berdegup kencang, Angin sore yang berdesir menyapu wajahku yang mencoba agar terlihat tenang di mata Rio.

 “Lori, will you marry me?”

No comments:

Post a Comment