1
Gemericik air sungai
dan alunan nada lembut piano yang membelai telingaku selama perjalanan
membuatku terlarut dalam tidur yang dalam. Rio tau musik apa yang aku suka saat
perjalanan seperti ini, ya musik instrumental yang menyatu dengan suara alam,
nada-nada yang menghipnotisku agar cepat terlelap. Saat aku terbangun ternyata
Rio tengah menghentikan mobilnya, kita tengah menepi di bahu jalan yang sepi. Aku
baru sadar kalo dia sedang memperhatikanku tidur dan dia terenyum saat aku
mengucek-ngucek mataku.
“Sudah sampai ya ?, ini
dimana sih?” tanyaku
Lagi lagi Rio tersenyum
dan lama menatapku, kemudian ia mematikan musik instrumental agar perbincangan
kami tak terganggu, sementara aku memasang muka heran sambil menunggu
jawabannya.
“hm…belom sampe ko, aku
pengen berenti dulu aja, pegel nyetir dari Jakarta” keluhnya
“mau gantian? Sini biar
aku yang nyetir” ujarku
“jangan,jangan, kamu
tidur lagi aja, smalem kamu pasti kurang tidur” balas Rio
Aku hanya menjawab
dengan mengangkatkan kedua alisku dan segera mnurunkannya lagi, aku rasa Rio
mengerti kalau aku waktu tidurku sangat kurang karena sering mimpi buruk tapi sebenarnya
aku tak pernah cerita banyak tentang mimpi buruk apa yang aku alamin. Rio bukan
pemaksa, dia tak pernah memaksaku bercerita
dan itu membuatku merasa aman di dekatnya.
Ntah apa yang
direncanakan Rio weekend ini, iya bersikeras mengajakku pergi. Aku nyaman di
dekatnya, sudah setahun ini aku mengenalnya dan selama enam bulan ini kita
sudah menjadi sepasang kekasih. Rio adalah seniorku di kampus saat aku kuliah,
dia sudah lama memperhatikanku saat itu. Dia lulus dua tahun lebih awal dan
menetap di Jakarta, kita berhubungan lewat sosial media sampai akhirnya saat
dia berkunjung ke Bandung dia mengajakku makan malam. Sejak saat itu lah kita
semakin intens berkomunikasi dan enam bulan kemudia kita berpacaran hingga saat
ini.
“Kita mau kemana si
sebenernya? “
“aku mau nunjukkin
sesuatu sama kamu”
“apaan si bikin
penasaran”
Rio cuma tersenyum nampaknya ia senang melihatku penasaran. Kemudian ia meneruskan perjalanan sambil mengalihkan pembicaraan.
“Abis wisuda kamu punya plan apa? Bener mau nerusin
kuliah lagi?”
“kayanya rencana kuliah
lagi aku pending aja, aku pengen bantuin usaha Mama”
“hm…gitu ya”
Aku semakin heran
ketika mengetahui kalau ternyata Rio membawaku ke daerah Dago atas, di sini
masih banyak pepohonan, dan udaranya sangat sejuk hingga mengingatkanku pada
seseorang yang aku kenal, ya aku sering kesini saat aku masih SMA, waktu itu
sekolahku memang di daerah Dago. Ah tapi sudah lupakan saja. Aku hanya
memperhatikan sekeliling dan kemudian Rio masuk ke daerah perumahan mewah dan
kita berhenti di salah satu rumah yang begitu sepi. Rumah bertingkat dengan gaya
modern minimalis itu memiliki pagar yang lebih tinggi dari badan Rio sendiri.
“Kok diem aja? Ayo
turun!”
“Ini rumahnya sapa? km mau
ngenalin aku ke sapa si, ga bilang-bilang,”
“yuk turun dulu!”
Aku membuka pintu mobil
dengan mata yang terus tertuju pada rumah di depanku. Banyak pertanyaan yang
menyerang pikiranku, rumah siapa ini? apa tujuan Rio bawa aku kesini?. Aku jadi
agak gugup pada pacarku sendiri, padahal jelas-jelas aku tidak pernah segugup
ini lagi sejak ia menyatakan cinta setengah tahun lalu. Mungkin ini rumah
keluarga Rio yang ada di Bandung. Aku pun mengikuti Rio berjalan menuju pintu
rumah dengan ukuran besar yang bercat hitam. Ternyata Rio membuka rumah itu
dengan kunci yang dia ambil dari sakunya.
“Yo, ini rumah siapa?”
tanyaku lagi berharap ada jawaban, tapi setelah membuka pintu Rio langsung
menarik tanganku dan terus mengajakku berkeliling di rumah yang masi tercium
bau cat itu.
Tidak banyak barang di
ruangan itu, rumah yang terlihat sangat bersih, di ruang utama terdapat sofa
berwarna putih dengan bantal-bantal kecil dengan warna warna pastel, kemudian
ruang makan sekaligus dapur dan bar kecil yang di dominasi warna hitam. Saat
berkeliling aku tak henti hentinya bertanya ini rumah siapa pada Rio, tapi ia
tak menggubrisku, malah bercerita kalau rumah ini memang belum diisi dengan
barang barang jadi masi terlihat agak luas.
“Kok kamu gak jawab
jawab si”
“bentar-bentar aku mau
nunjukin sesuatu nih”
Tanganku ditariknya
lagi, ia mengajakku menuju kamar utama dan begitu terkejutnya aku karena aku
menemukan pemandangan yang indah sore itu dari teras kamar utama. Rumah yang
didominasi dengan kaca tersebut memungkinkan cahaya matahari masuk ke semua
ruangan, Aku begitu terkagum-kagum saat Rio membuka gorden putih sehingga aku
menyaksikan lukisan alam di sore hari, langit dengan warna keemasan dan
kemerahan. Aku langsung berlari menuju teras kamar dan Rio mengikuti di
belakangku.
“wow, dah lama aku ga
liat lukisan alam seindah ini” aku tersenyum-senyum mengagumi lukisan Tuhan
hingga Rio yang tampan pun tak ku perdulikan.
Tiba-tiba Rio meraih
kedua tanganku yang begitu kecil dibandingkan tangannya yang besar dan kuat.
Jantungku semakin berdegup kencang, Angin sore yang berdesir menyapu wajahku
yang mencoba agar terlihat tenang di mata Rio.
“Lori, will you marry me?”
No comments:
Post a Comment